Pengetahuan Sopir: Menghindari Bahaya Pengetahuan Setengah-Setengah!
Beberapa tahun lalu, muncul sebuah meme yang mengatakan bahwa “bukan ketidak-tahuan yang berbahaya, tapi pengetahuan setengah-setengah yang lebih berbahaya.” Pepatah ini mungkin memiliki kebenaran yang dalam, terutama dalam konteks pengetahuan yang kita miliki.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali bertemu dengan orang-orang yang terampil dalam berbicara dan berargumen. Mereka seolah-olah memiliki pengetahuan yang dalam dalam berbagai bidang. Namun, apa yang mereka miliki sebenarnya adalah apa yang dapat disebut sebagai “Pengetahuan Sopir” atau “Chauffeur Knowledge.” Istilah ini merujuk pada pemahaman yang dangkal terhadap suatu pengetahuan atau topik.
Kenapa kita menyebutnya “Pengetahuan Sopir”? Ada kisah menarik tentang sopir Max Planck yang sering mendengarkan kuliah-kuliah ilmuwan terkenal tersebut hingga ia mampu menghapalnya. Akhirnya, sopir tersebut memutuskan untuk memberikan kuliah di depan sekelompok orang yang terkesima. Namun, ketika ditanya pertanyaan yang lebih dalam, ia tidak bisa menjawab dengan baik. Ia hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang materi tersebut.
Kita semua mungkin memiliki teman atau kenalan yang terampil dalam berbicara tentang berbagai topik, seolah-olah mereka adalah pakar dalam semuanya. Mereka dapat meyakinkan orang lain dengan argumen-argumen yang terdengar sangat meyakinkan. Contoh yang sering kita temui adalah di media sosial, di mana influencer atau tokoh-tokoh opini mampu mempengaruhi banyak orang dengan pengetahuan setengah-setengah mereka.
Ini adalah contoh konkret bagaimana “Pengetahuan Sopir” dapat berdampak besar dalam masyarakat. Orang-orang dengan pengetahuan dangkal bisa dengan mudah memanfaatkan situasi ini untuk memengaruhi pendapat dan tindakan orang lain. Akun-akun palsu di media sosial seringkali menyebarkan informasi palsu yang diterima masyarakat tanpa pertimbangan yang matang. Semakin banyak pengikut yang mereka miliki, semakin kuat pengaruh mereka, bahkan jika pengetahuan yang mereka miliki sebenarnya dangkal.
Rolf Dobelli, seorang penulis terkenal, menjelaskan bahwa bias pengetahuan sopir muncul ketika kita hanya memiliki pemahaman dangkal tentang suatu topik. Masyarakat seringkali menjadi korban isu-isu palsu atau teori konspirasi karena kurangnya pemahaman yang mendalam. Sebagai contoh, dalam kasus serangan teroris di Thamrin, banyak orang di media sosial spekulatif bahwa itu adalah konspirasi aparat negara karena polisi muncul dengan cepat di tempat kejadian. Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, diketahui bahwa polisi berada di sana karena tempat itu adalah area kerja mereka dan seringkali dilewati oleh pejabat tinggi.
Seringkali, “Pengetahuan Sopir” muncul karena ketidakmampuan kita untuk mengenali batasan pengetahuan kita sendiri. Sebagaimana disarankan oleh Charles Munger, kita harus memahami di mana kita berada dalam kompetisi pengetahuan dan berbicara sesuai dengan kompetensi yang kita miliki. Tidak semua informasi yang kita dapatkan adalah kebenaran yang tervalidasi. Dalam kompetisi pengetahuan, kita harus tahu di mana kekuatan dan kelemahan kita berada.
Dalam dunia yang semakin terkoneksi dan informasi tersebar begitu cepat, penting untuk menjadi pembaca yang kritis dan berpikir kritis. Jangan mudah terpengaruh oleh pengetahuan sopir atau informasi dangkal. Selalu mencari sumber yang valid dan melakukan penelitian lebih lanjut sebelum menerima dan menyebarkan informasi. Dengan cara ini, kita dapat menghindari bahaya dari pengetahuan setengah-setengah dan membantu menciptakan masyarakat yang lebih berpengetahuan dan berpikir kritis.
Refence