Mengapa Awan Bisa Berbentuk Hewan atau Benda?

Didi Nofendra
2 min readApr 13, 2020

--

Ini adalah sekumpulan awan yang membentuk kata ‘Allah’ dalam bahasa Arab pada tanggal 16 maret 2016 pagi di Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kejadian ini pun sudah sering terjadi di belahan dunia manapun. Atau mengapa Anda pernah melihat awan berbentuk wajah ataupun binatang?.

Jawabannya cukup sederhana, yaitu otak manusia membentuk pola-pola dan keteraturan dalam berbagai hal.

Dan yang lebih hebat lagi, jika tidak ada pola yang dikenal, maka otak dengan sendirinya akan menciptakan pola baru tersebut. Baik itu dalam bentuk audio maupun visual, bahkan hasil data-data dalam tabel dan diagram.

Kemampuan manusia dalam melihat pola dijelaskan dalam teori Gestalt. Untuk lebih jelas, klik disini .

Contoh yang paling terkenal adalah “Wajah di Mars”. Pada tahun 1976, wahana antariksa Viking mengambil foto formasi bebatuan dari atas permukaan planet Mars. Hasil dari foto tersebut menghasilkan sebuah penampakan berbentuk wajah yang fenomenal di tahun tersebut.

25 tahun kemudian, dikirimi sekali lagi wahana untuk menyelidiki lagi penampakan misterius Wajah Mars tersebut.

Hasil dari explorasi yang jauh lebih detail menunjukan bahwa Wajah Mars tersebut tidak lebih dari formasi lereng tua yang berlubang.

Contoh-contoh diatas seakan menggambarkan tidak penting dan tidak berbahayanya ilusi tersebut. Namun tidak sepenuhnya benar. Ilusi pengelompokan ini bisa jadi sangat berbahaya apabila terjadi di area dibidang data analisi ekonomi ataupun pemerintahan.

Jangan heran ketika pemerintah berkoar bahwa ekonomi Indonesia menunjukan tren positif akan tetapi kenyataan di masa depan berbeda.

Dalam salah satu buku best seller New York Times, The Art of Clear Thinking karya Rolf Dobelli, memberi contoh kejadian dalam perang dunia kedua. Jerman membombardir kota London dengan roket V1 (rudal kendali pertama di dunia), yang mampu melakukan navigasi otomatis.

Serangan roket tersebut membuat warga London paranoid. Tiap kali ada serangan roket, masyarakat menandai dalam peta.

Mereka mengira bisa menebak pola serangan roket berikutnya dan memprediksi mana tempat yang aman atau tidak di London. Setelah perang, terungkap bahwa pola penyebaran target roket tersebut memang benar-benar acak dikarenakan sistem navigasi V1 sendiri sangat tidak akurat.

Kesimpulannya:

Seringkali kita menghubung-hubungkan beberapa kejadian sehingga membuat cerita yang cukup masuk akal atau membuat hal-hal yang terjadi secara kebetulan menjadi seolah mempunyai hubungan sebab-akibat.

Sebab manusia sangat peka pada pola-pola yang mereka hadapi, namun tidak semuanya pola tersebut teruji kebenaranya. Anggap saja kebetulan semata. Jika benar menunjukan pola yang indah untuk jadi kenyataan, uji saja pada orang matematika dan hitunglah statistiknya.

Ps: Statistik pun bisa menipu, akan tetapi jauh lebih baik ketimbang mempercayai sesuai yang belum tervalidasi.

--

--